Minggu, 15 Juli 2012

UJIAN AKHIR SEMESTER KOMPUTER LANJUT


LAPORAN UJIAN SEMESTER KOMPUTER

1.      Nama   : Ayu fitriani
            Nim     : 102114306

2.      File      : genap
Berdasarkan angka 06 maka file saya yang akan di olah adalah GENAP

3.      File hasil eksport epidata ke SPSS berekstensi SPSS dengan nama file ayu.fitriani

4.      File syntax  GENAP  di eksport ke SPSS dan di simpan dengan nama ayu fitrianidan eksentasi SPSS

5.      File data(file)berisi 39 field dan 8390 record.Data katagorik sebanyak  27   file dan data numeric sebanyak 12  field

6.      Simpan file syntax dengan nama yang sama dengan dile data. Pastekan disini sintax tentang ADD VALUE LABELS variabel didik, kerja, pernah, ukurtb, fundus, tensi, tfe, tt, akseptor, ksepsi alasan,  dan rencana

VARIABLE LABELS
entri      "Nama Pengentri Data"
kode       "Kode Sampel"
nama       "Nama Ibu"
tlahir     "Tgl Lahir Ibu"
umur       "Umur Ibu (tahun)"
kerja      "Pekerjaan Ibu Responden"
didik      "Pendidikan Formal Ibu"
tb         "Tinggi Badan (cm)"
bb         "Berat Badan  (kg)"
darah      "Golongan Darah"
sistol     "TD Sistolik"
diastol    "mmHg  Diastolik"
hb         "Kadar HB (mmHg)"
nabal      "nabal"
tlb        "Tgl Lahir Balita"
age        "Umur Balita (age)"
weight     "Berat Badan  (weight)"
height     "kg Tinggi Badan (height)"
pernah     "Apakah ibu pernah memeriksakan kehamilan ?"
kali       "Jika pernah, berapa kali ?"
fundus     "Pengukuran Tinggi Fundu"
ukurtb     "Pengukuran Tinggi Badan"
tensi      "Pengukuran tekanan darah (tensi)"
tfe        "Pemberian Tablet Tambah darah (Fe)"
tt         "Imunisasi Tetanus Toxoid (TT)"
akseptor   "Apakah sebelum hamil ibu Akseptor KB ?"
ksepsi     "Jika Ya, Alat kontrasepsi apa yang ibu pakai ?"
n5e        "Lain2, sebutkan (N5E)"
alasan     "Jika Tidak akseptor, apa alasan Ibu ?"
n6d        "Lain2, sebutkan (N6D)"
rencana    "Dimana rencana Ibu melahirkan ?".
execute.
ADD VALUE LABELS kerja 1 'PNS' 2 'Swasta' 3 'Wiraswasta' 4 'Pedagang' 5 'Buruh/T/N' 6 'Lain-lain' .
ADD VALUE LABELS didik 0 'BH/SD' 2 'SLTP' 3 'SLTA' 4 'P.Tinggi' .
ADD VALUE LABELS sex 1 'Laki-laki' 2 'Perempuan' .
ADD VALUE LABELS pernah 1 'Pernah' 2 'Tidak' .
ADD VALUE LABELS fundus 0 'Tidak' 1 'Ya' .
ADD VALUE LABELS ukurtb 0 'Tidak' 1 'Ya' .
ADD VALUE LABELS tensi 0 'Tidak' 1 'Ya' .
ADD VALUE LABELS Tfe 0 'Tidak' 1 'Ya' .
ADD VALUE LABELS Itt 0 'Tidak' 1 'Ya' .
ADD VALUE LABELS Akseptor 0 'Tidak' 1 'Ya' .
ADD VALUE LABELS Ksepsi 1 'IUD' 2 'Kondom' 3 'Pil' 4 'Susuk' 5 'Lain-lain' .
ADD VALUE LABELS Alasan 1 'Masih Ingin Punya Anak' 2 'Dilarang Suami' 3 'Tidak Sesuai Keyakinan' 4 'Lain-lain' .
ADD VALUE LABELS Rencana 1 'RS/RSB' 2 'PKM' 3 'Nakes' 4 'Dukun' 5 'Lain-lain' .

7.      Catat disini jumlah record sebelum didelete 8390 record dan sesudah didelete yang missing tersisa  8 .

8.      Jumlah field sebelum kerja yang missing adalah  10  dan setelah field kerja di cleaning adalah  8380 record

9.      Jumlah record sebelum di delete sistol yang missing adalah sebanyak 8131  record dan setelah dilakukan penghapusan field sistol yang missing tersisa 259 record

10.  Jumlah record sebelum di delete diastol yang missing adalah sebanyak 8091  record dan  setelah  dilakukan penghapusan field diastol yang missing 299 record

11.  2 digit terakhir NIM saya adalah : 06
            1 digit terakhir adalah : 6 Genap

Selasa, 19 Juni 2012



Latihan 1
  1. Tujuan pelitian : pengaruh jenis kelamin terhadap berat badan balita
  2. Idenfifikasi field dalam database : jenis kelamin nama fieldnya sex danberat badan balita nama field nya  adalah weight
  3. Field sex adalah data kategorik (K) dan field weight adalah data numerik (N)
  4. H0 pengujian : Uji yang dipakai adalah uji beda rata-rata dimana data kategoriknya 2 kelompok
  5. H0: Tidak ada perbedaan rata-rata jenis kelamin laki-laki dan perempuan dengan berat badan balita
  6. Bila ada data numerik, lakukan uji normality. Data numerik dalam latihan ini adalah tekanan weight .
Hasil pengujian normality adalah :           
Data berdistribusi Tidak Normal. Bukan uji T test tapi pakai uji mann whitney
  1. P=0.000
P<0.05
  1. H0 ditolak,
  2. Intervensi :ada beda rata-rata antara jenis kelamin laki-laki dan perempuan dengan berat badan balita

Latihan 2
1Tujuan : independen variabel adalah pekerjaan ibu dan dependen variabel adalah tekeanan darah diastolic.
2.Idenfifikasi field dalam database : pekerjaan ibu nama fieldnya kerja dan tekeanan    darah diastolik nama fieldnya adalah diastole.
3.Field kerja adalah data kategorik (K) dan field diastol adalah data numerik (N)
4.H0 pengujian : Uji yang dipakai adalah uji beda rata-rata dimana data kategoriknya           lebih dari 2 kategori.
5.H0: Tidak ada perbedaan rata-rata pekerjaan ibu dengan tekanan darah diastol
6.Bila ada data numerik, lakukan uji normality. Data numerik dalam latihan ini adalah tekanan darah diastol.
Hasil pengujian normality adalah :           
Data berdistribusi Tidak Normal. Bukan Anova tapi Kruskall Wallis
     7.P=0.000
P<0.05
      8.H0 ditolak,
Intervensi :ada beda rata-rata antara tingkat pekerjaan ibu dengan tekanan darah diastol\
Latihan 3
  1. Tujuan pelitian : pengaruh pola asuh terhadap berat badan balita
  2. Idenfifikasi field dalam database : pola asuh  nama fieldnya kerjapola dan badan balita nama field nya  adalah weight
  3. Field kerjapola adalah data kategorik (K) dan field weight adalah data numerik (N)
  4. H0 pengujian : Uji yang dipakai adalah uji beda rata-rata dimana data kategoriknya 2 kelompok
  5. H0: Tidak ada perbedaan rata-rata pola asuh ibuyang bkerja dan yang tidak bekerja dengan berat badan balitaBila ada data numerik, lakukan uji normality . Data numerik dalam latihan ini adalah tekanan weight .
Hasil pengujian normality adalah :           
Data berdistribusi Tidak Normal. Bukan uji T test tapi pakai uji mann whitney
  1. P=0.000
P<0.05
  1. H0 ditolak,
  2. Intervensi :ada beda rata-rata antara pola asuh ibu yang bekerjadan tidakbekerja dengan beratbadan balita.
Latihan 4
  1. Tujuan pelitian : pengaruh umur ibu dengan aseptor KB
  2. Idenfifikasi field dalam database : umur nama fieldnya umur dan  aseptor KB  nama field nya  adalah akseptor
  3. Field aksptor adalah data kategorik (K) dan field umur adalah data numerik (N)
  4. H0 pengujian : Uji yang dipakai adalah uji beda rata-rata dimana data kategoriknya 2 kelompok
  5. H0: Tidak ada perbedaan rata-rata umur ibu dengan mengunakan aseptor KB atau  tidak mengunakan aseptorKB
  6. Bila ada data numerik, lakukan uji normality. Data numerik dalam latihan ini adalah tekanan umur .
Hasil pengujian normality adalah :           
Data berdistribusi Tidak Normal. Bukan uji T test tapi pakai uji mann whitney
  1. P=0.000
P<0.05
  1. H0  ditolak,
  2. Intervensi : ada beda rata-rata antara usia ibu dengan mengunakan aseptor KB dantidak mengunakan aseptor KB.

latihan 5
  1. Tujuan pelitian : pengaruh umur ibu dengan perna memeriksakan kehamilan ibu
  2. Idenfifikasi field dalam database : umur nama fieldnya umur danpernah memerikasakan kehamilan nama field nya  adalah pernah
  3. Field pernah  adalah data kategorik (K) dan field umur adalah data numerik (N)
  4. H0 pengujian : Uji yang dipakai adalah uji beda rata-rata dimana data kategoriknya 2 kelompok
  5. H0: Tidak ada perbedaan rata-rata umur ibu dengan pernah atau tidaknya memeriksakan kehamilan
  6. Bila ada data numerik, lakukan uji normality. Data numerik dalam latihan ini adalah tekanan umur .
Hasil pengujian normality adalah :           
Data berdistribusi Tidak Normal. Bukan uji T test tapi pakai uji mann whitney
  1. P=0.105
P0>.05
  1. H0 gagal ditolak,
  2. Intervensi :tidak ada beda rata-rata antara usia ibu dengan pernah atau tidaknya memeriksakan kehamilan.

Latihan 6
  1. Tujuan pelitian : pengaruh tingkat pendidikan ibu dengan berat badan balita
  2. Idenfifikasi field dalam database : tingkat pendidikan ibu nama fieldnya didik3 dan  berat badan balita  nama field nya  adalah weight
  3. Field didik3 adalah data kategorik (K) dan field weight  adalah data numerik (N)
  4. H0 pengujian : Uji yang dipakai adalah uji beda rata-rata dimana data kategoriknya  lebih dari 2 kelompok
  5. H0: Tidak ada perbedaan rata-rata tingkat pendidikan ibu dasar,menengah dan tinggi dengan BB balita
  6. Bila ada data numerik, lakukan uji normality. Data numerik dalam latihan ini adalah tekanan weight .
Hasil pengujian normality adalah :           
Data berdistribusi Tidak Normal. Bukan uji anova tapi kruskal walis
  1. P=0.000
P<0.05
  1. H0  ditolak,
  2. Intervensi : ada beda rata-rata tingkat pendidikan ibu dasar,menengah dan tinggi dengan BB balita.
Latihan 7
  1. Tujuan pelitian : pengaruh berat badan balta dengan imt anak 3 kategori
  2. Idenfifikasi field dalam database : BB balita  nama fieldnya weight dan  int anak 3 kategori  nama field nya  adalah imta3k
  3. Field imta3k adalah data kategorik (K) dan field weight adalah data numerik (N)
  4. H0 pengujian : Uji yang dipakai adalah uji beda rata-rata dimana data kategoriknya lebih dari 2 kelompok
  5. H0: Tidak ada perbedaan rata-rata berat badan balita dengan imt anak  kategori
  6. Bila ada data numerik, lakukan uji normality. Data numerik dalam latihan ini adalah weight.
Hasil pengujian normality adalah :           
Data berdistribusi Tidak Normal. Bukan uji anova tapi pakai uji kruskal walis
  1. P=0.000
P<0.05
  1. H0  ditolak,
  2. Intervensi : ada perbedaan rata-rata berat badan balita dengan imt anak  kategori
Latihan  8

  1. Tujuan pelitian : pengaruh usia ibu dengan alas an tidak berKB
  2. Idenfifikasi field dalam database : umur  nama fieldnya umurdan  alasantidak berKB  nama field nya  adalah alasan
  3. Field umur adalah data numerik (N) dan field alasan dalah data kategorik (K)
  4. H0 pengujian : Uji yang dipakai adalah uji beda rata-rata dimana data kategoriknya lebih dari 2 kelompok
  5. H0: Tidak ada perbedaan rata-rata usia ibu dengan alasan tidak berKB
  6. Bila ada data numerik, lakukan uji normality. Data numerik dalam latihan ini adalah umur.
Hasil pengujian normality adalah :           
Data berdistribusi Tidak Normal. Bukan uji anova tapi pakai uji kruskal walis
  1. P=0.000
P<0.05
  1. H0  ditolak,
  2. Intervensi  :ada perbedaan rata-rata usia ibu dengan alasan tidak berKB

Latihan 9
  1. Tujuan pelitian : pengaruh tekanan darah diastol ibu dengan kondisi kondisi hipertensi
  2. Idenfifikasi field dalam database :tekanan darah diastole   nama fieldnya diastole dan  kondisi hipertensi nama field nya  adalah diastolhiper
  3. Field diastole adalah data numerik (N) dan field diastole hiper dalah data kategorik (K)
  4. H0 pengujian : Uji yang dipakai adalah uji beda rata-rata dimana data kategoriknya 2 kelompok
  5. H0: Tidak ada perbedaan rata-rata tekanan darah diastole ibu dengan kondisi hipertensi dan tidak hipertensi
  6. Bila ada data numerik, lakukan uji normality. Data numerik dalam latihan ini adalah diastol .
Hasil pengujian normality adalah :           
Data berdistribusi Tidak Normal. Bukan uji anova tapi pakai uji kruskal walis
  1. P=0.000
P<0.05
  1. H0  ditolak,
  2. Intervensi  :ada perbedaan rata- rata tekanan darah diastole ibu dengan kondisi hipertensi dan tidak hipertensi

Latihan 10
Pekerjaan Ibu dengan Tekanan Darah Sistolik
1.      Tujuan : independen variabel adalah pekerjaan ibu dan dependen variabel adalah tekekanan darah siatolik
2.      Idenfifikasi field dalam database : pekerjaan ibu nama fieldnya kerja dan tekeanan darah diastolik nama fieldnya adalah sisitolik
3.      Field kerja adalah data kategorik (K) dan field sistol adalah data numerik (N)
4.      H0 pengujian : Uji yang dipakai adalah uji beda rata-rata dimana data kategoriknya lebih dari 2 kategori.
5.      H0: Tidak ada perbedaan rata-rata pekerjaan ibu dengan tekanan darah sistolik
6.      Data numerik dalam latihan ini adalah tekanan darah sistol.
Hasil pengujian normality adalah :
Data berdistribusi Tidak Normal. Bukan Anova tapi Kruskall Wallis
7.      P=0.031
P<0.05
8.      H0 ditolak,
Intervensi :ada beda rata-rata antara tingkat pekerjaan ibu dengan tekanan darah sistol.





Selasa, 24 Januari 2012

Interaksi Yodium dengan Zat gizi lain

Interaksi Yodium dengan Zat gizi lain

Pendahuluan
Menurut Golden (1992), yodium termasuk dalam klasifikasi/kategori nutrient type I (pertama), bersama sama dengan zat gizi lain seperti besi, selenium, calcium, thiamine dll. Type I ini mempunyai ciri yang apabila kekurangan maka gangguan pertumbuhan bukan merupakan tanda yang pertama melainkan timbul setelah tahap akhir dari kekurangan  zat gizi tersebut. Tanda yang spesifik lah yang pertama akan timbul. Dalam hal kekurangan yodium, dapat menyebabkan gangguan akibat kekurangan yodium yang sering disebut Iodine Deficiency Disorder(IDD). Dalam type II, pertumbuhan akan terganggu terlebih dahulu, tetapi memberikan nilai penilaian biokimia cairan tubuh yang normal. Nutrient yang termasuk ini adalah potasium, natrium, zinc dll.
IDD adalah gangguan yang merugikan kesehatan sebagai akibat dari kekurangan yodium, yang kita kenal juga dengan singkatan GAKY. Kekurangan yodium pada tanah menyebabkan masyarakat yang hidup dan bertempat tinggal di daerah tersebut menjadi masyarakat yang rawan terhadap IDD. Yang paling ditakutkan dari kekurangan yodium ini adalah meningkatnya kematian bayi beberapa saat setelah dilahirkan dan perkembangan otak yang terhambat (neonatal hypotyroidsm). Faktor yang berperan dalam kejadian IDD diantaranya adalah adanya hubungan idoium dengan zat lain misalnyaan selenium (Thaha dkk, 2001) Tulisan dibawah ini akan membahas lebih lanjut hubungan tersebut.

A. Selenium
Ketersediaan selenium yang kurang pada tanah diduga juga mengandung rendah yodium pada tanah yang sama. Untuk sementara interaksi antara yodium dan selenium dalam proses penyerapan belum ada. Kalaupun ada interkasi ini sangat kompleks dan terkait dengan fungsi fungsi selenium dalam selenoprotein. Pada binatang percobaan ditemukan bahwa kurang selenium meningkatkan kadar T3 di jantung, sehingga dapat menimbulkan peningkatan denyut jantung dan palpasi. Selenoprotein yang juga terlibat dalam interaksi metabolisme yodium ialah iodotyronine deiodinase  yang berfingsi merubah  thyroxine (T4) menjadi bentuk aktif dari hormon thyroid triiodothyronine (T3) (Satoto, 2001).. Enzym tersebut merupakan selenium-dependent enzymes selain merupakan katalisator utama dalam perubahan thyroxin (T4) menjadi triiodotyronine (T3) juga merupakan katalisator yang merubah dari T3 menjadi T2 untuk mempertahankan level T3 (www.orst.edu/depth/lpi/infocentre/minerals/iodine).
Selain itu, salah satu contoh dari selenoprotein yang berhunbungan dengan metabolisme yodium adalah glutathione peroxidase, berfungsi sebagai antioksidan utama dalam tubuh manusia dan binatang (Satoto, 2001). Dengan adanya gambaran diatas, jelas bahwa akibat dari kekurangan selenium asupan T3 dalam sel tubuh juga menurun.

B. Thiosianat
Tiosiant dikenal sebagai zat goitrogenik yaitu zat yang dapat menghambat transport aktif yodium dalam kelenjar tiroid dan yang paling potential dari zat goitrogenik yang lain. Menurut  Bourdoux (1993) dalam Thaha (2001), thyocianat adalah komponen yang utama pada kelompok zat goitrogenik yang dapat mewakili asupan kelompok goitrogenik melalui makanan. Delanggu dalam Thaha (2001) melaporkan bahwa disuatu populasi bila perbandingan antara eksresi yodium dan tiosianat dalam urin (ug/g) kurang dari 3, maka daerah tempat populasi itu berada mempunyai resiko yang potensial untuk terjadinya gondok endemik. Makin kecil perbandingan antara eksresi yodium dan thyiosinat dalam urin maka semakin tinggi tingkat endemisitasnya. Namun demikian, menurut Larsen dan Ingbar dalam Thaha (2001), hambatan oleh pengaruh tiosinat hanya efektif bila konsentrasi yodium plasma normal atau rendah.
Penelitian di Pulau Seram Barat, Seram Utara dan pulau Banda menunjukkan adanya perbedaan ekresi thyocianat yang bermakna antara daerah endemik GAKY dan daerah non-endemik GAKY yang mana kandungan thyosianat tinggi pada daerah kontrol dibandingkan daerah kasus. Hal ini bertentangan dengan dugaan bahwa kandungan thiosinat yang tinggi akan dijumpai pada daerah gondok endemik. Data dari P. Buru menujukkan nilai eksresi tiosianat yang paling tinggi dibanding dengan tiga daerah lain sehingga menyebabkan tingginya nilai tiosinanat di urin pada kelompok kontrol. Akan tetapi rasio eksresi yodium dan eksresi tiosinat pada urin daerah yang endemik menunjukkan lebih kecil dari pada daerah yang non endemik (Thaha, 2001) yang menandakan bahwa ratio yang semakin kecil menghasilkan resiko yang semakin besar terhadap gondok endemik.

C. Besi
Besi adalah mineral yang paling banyak dipelajari dan diketahui oleh para ahli gizi dan kedokteran di dunia. Penemuan terakhir membuktikan bahwa kekurangan besi dapat menyebabkan terganggunya metabolisme tiroid dalam tubuh manusia. Penelitian yang dilakukan oleh Zimmermann dkk (2000) yang membagi kelompok anak anak yang menderita kekurangan yodium menjadi dua, yaitu anak yang menderita anak yang kekurangan iodine saja dan anak yang menderita kekurangan iodine dan besi. Pada kelompok pertama dan kedua, semua anak diberi 200 mg oral iodine dalam minyak. TSH (thyroid Stimulation Hormon, IU (iodine concentration), T4, dan volume kelenjar thyroid diambil pada awal dan minggu ke 1,5,10, 15 dan 30 minggu sesudah pemebrian. Sesudah 30 minggu pemberian iodine, bagi kelompok yang anaemia karena kekurangan besi diberikan tablet besi (ferrous sulphate) 60 mg secara oral 4 kali perminggu selama 12 minggu. Hasilnya menunjukkan bahwa pada minggu ke 30 setelah pemberian iodine kedua kelompok, terjadi penurunan volume rata-rata tiroid menurun dibandingkan dengan awal sebelum dilakukan pemberian iodine, masing masing 45.1% dan 21.8 % (p kecil 0.01).  Pada kelompok yang ke dua, penurunan volume tiroid lebih menurun bila dibandingkan dengan baseline, yaitu menjadi 34.8% pada minggu ke 50 dan 38.4 % pada minggu ke 65.  Hal ini menunjukkan bahwa suplementasi besi dapat meningkatkan kemampuan iodone dalam minyak pada anak anak yang kekurangan yodium. (Zimmermann, M et al, 2000)

D. Mineral and vitamin lain
Interaksi antara yodium dengan mineral and vitamin lain perlu diteliti lebih lanjut, baik secara laboratorium dengan menggunakan hewan percobaan maupun di lapangan terhadap manusia. Penelitian yang melkihat inetraksi secara langsung antara yodium dengan vitamin A pernah dilakukan namun perlu konfirmasi lebih lanjut. Penelitian oleh Van Stuijvenberg dkk, (1999) misalnya yang mengambil 115 anak di Afrika Selatan usia 6-11 tahun yang diberi biskuit selama 43 minggu sampai lebih dari 12 bulan dibandingkan dengan control. Biskuit mengandung besi, yodium, and betha carotene sedangkan control adalah biskuit yang tidak difortifikasi. Pada akhir intervensi, terlihat pada tidak ada perbedaan perubahan dalam pengecilan kelenjar tiroid anak anak secara signifikan, Akan tetapi terjadi penurunan jumlah anak anak yang mempunyai eksresi yodium yang rendah (100 ug/L) dari semula berjumlah 97.5% menjadi tinggal 5.4%. Peningkatan eksresi urin tersebut sangat signifikan  (p kecil 0.0001). (van Stuijvenberg dkk, 1999).

Daftar Pustaka
Golden MHN. Specific deficiency versus growth failure: Type I and type II nutritients. SCN News 1992;No. 12:10-14.
Satoto. Seleneium dan Kurang Iodium dalam Kumpulan Naskah Pertemuan Ilmiah Nasional Gangguan Akibat Kurang Yodium (GAKY) 2001 editor Djokomoeljanto, dkk. Semarang, Badan penerbit Universitas Diponegoro. 2001
ICCIDD, UNICEF, WHO. Assessment of Iodine Deficiency Disorders and Monitoring their Elimination. A guide for Programme managers. 2nd Ed. Geneva, 2002.
Thaha, Razak; Dachlan, Djunaidi M; Jafar, Nurhaedar, Jafar. Analisis faktor resiko “coastal goiter” dalam Kumpulan Naskah Pertemuan Ilmiah Nasional Gangguan Akibat Kurang Yodium (GAKY) 2001 editor Djokomoeljanto, dkk. Semarang, Badan penerbit Universitas Diponegoro. 2001.
Van Stuijvenberg, M Elizabeth et al. Effect of iron-, iodine-, and b carotene-fortified biscuits on the micronutrient status of primary school children: a randomized controlled trial. Am  J Clin Nutr 1999; 69: 497-503
Zimmermann M, et al. Iron supplementation in goitrous, iron-deficient children improves their response to oral iodized oil. Eur J Endocrinol 2000; 142(3):217-22

Kamis, 05 Januari 2012

pengobatan fisoterapi pada frozen shoulder


Frozen shoulder adalah suatu gangguan bahu yang sedikit atau sama sekali tidak menimbulkan rasa sakit, tidak memper lihatkan kelainan pada foto Rontgen. tetapi menunjukkan adanya pembatasan gerak(2).
Adanya nyeri sekitar bahu.
Keterbatasan gerak sendi bahu, misalnya pasien tidak dapat

Fase-fase Frozen Shoulder(1)
Fase I
Dari 24 jam–minggu I setelah trauma dengan gejala-gejala: nyeri yang dominan, gerakan sendi terbatas ke segala arah karena sakit, dan kadang-kadang disertai bengkak. Dari minggu II s/d IV setelah trauma, dengan gejala-gejala yang dominan : jarak gerak sendi (ROM) terbatas, kaku terutama pada abduksi dan exorotasi, nyeri tajam pada akhir ROM dan gangguan koordinasi dan aktivitas lengan/bahu. d) Tes Orientasi : Untuk melihat kemampuan aktivitas lengan.
Menambah jarak gerak sendi bahu, Frozen shoulder dapat diidentikkan dengan capsulitis adhesif dan periarthritis yang ditandai dengan keterbatasan gerak baik secara pasif maupun aktif pada semua pola gerak. Pada penderita kelumpuhan separuh badan (hemiplegia), otot-otot sekitar sendi bahunya mengalami kelumpuhan. Posisi menggantung lengan disertai hilangnya kekuatan otot dan peng ikat sendi (ligamen) sebagai penyangga mengakibatkan keluar nya kepala sendi dari mangkoknya yang disebut subluksasi sendi bahu sehingga mengakibatkan tidak sempurnanya scapulo humeral rhythm. Bila lengan digerakkan ke atas secara pasif, ge rakan berputar tulang belikat dan terangkatnya tulang akromion yang dibutuhkan tidak terjadi, sehingga tonjolan tulang humerus membentur tulang akromion dan penderita merasa sakit. Stabilisasi pasif sendi (ligament) coracohumrale yang ber fungsi dalam mekanisme pengerem terhadap gerakan berlebihan sendi bahu sering terganggu akibat hilangnya mekanisme perlin dungan otot-otot bahu; akibatnya, fungsinya sebagai pengerem hilang, sehingga pada keadaan tersebut otot-otot sekitar sendi bahu (rotator cuff) akan sangat mudah mengalami cedera atau terjadinya penguluran yang berlebihan yang dikenal dengan over stretch. Dengan berbagai faktor di atas, penderita cenderung takut bila lengannya digerakkan ke atas, dan mempertahankan lengan nya dalam posisi mendekat di badan (adduksi). Bilahal ini terjadi dan berlangsung lama, akan  mengakibat kan perlengketan kapsul dan mengkerutnya kapsul sendi se hingga gerakan sendi tersebut akan mengalami keterbatasan dan bertambah nyeri.

Gejala
mengangkat lengannya, tidak dapat menyisir, tidak dapat meng - ambil dompet.
Otot-otot daerah sendi bahu nampak mengecil

PENGOBATAN FISIOTERAPI
Pengobatan fisioterapi pada kasus frozen shoulder akibat kelumpuhan separuh badan didasarkan atas problematik yang terjadi pada pasien. Adapun masalah yang sering mengganggu pasien seperti ini adalah : rasa nyeri gerak, terbatasnya ROM sendi bahu, kelemahan otot-otot daerah bahu, tidak mampu me lakukan gerakan-gerakan fungsional, yaitu : menyisir rambut, mengambil sesuatu yang tinggi, mengambil dompet.

Tujuan fisioterapi
Mengatasi rasa nyeri pada bahu.
Meningkatkan kekuatan otot-otot bagu.
Mengembalikan aktifitas fungsional bahu.
.